
MI/ Maria Jeanindya
Mencicip Kelegitan Elbrus
Penulis : Maria Jeanindya
PREDIKAT sebagai gunung tertinggi tentu menambah prestise bagi mereka yang bisa mencapai puncak Elbrus. "Tidak terlalu mahal, pendakiannya relatif mudah, tertinggi pula. Legit kan?" ucap seorang pendaki kepada saya pertengahan September lalu.
Namun jika Anda bertandang dan berniat hanya menikmati keindahan Elbrus jangan sekali-sekali sembrono. Karena gunung yang sepanjang tahun tertutupi salju ini beriklim subtropik dengan cuaca yang bisa cepat berubah dari cerah menjadi berkabut, bahkan bisa menimbulkan badai. Bahkan tak sedikit pendaki yang menjadi korbannya.
Temperatur di kaki gunung Elbrus hanya berkisar 21 derajat Celcius, tapi di puncak gunung suhu bisa mencapai minus 20 derajat Celcius.
Tak heran bila kehidupan flora dan faunanya hanya terlihat hanya sampai pada ketinggian 3.600 meter dari permukaan laut (mdpl). Itu pun terbatas pada sejumlah jenis saja, seperti burung gagak.
Pendakian ke Elbrus melalui jalur selatan, memang tak seperti perjalanan ke Ndugu-Ndugu, puncak Jayawijaya yang memerlukan keahlian khusus. Seperti ascending atau teknik naik dengan menggunakan bantuan alat-alat khusus.
Musim pendakian Elbrus yang dimulai pada Juli sampai September, saat memasuki musim panas dan gugur selalu menggoda para pendaki (internasional) untuk menjajalnya. Di puncak musim panas, Agustus, pengunjung Elbrus bisa dipastikan meningkat tajam.
Sebagian besar adalah pendaki dari berbagai penjuru dunia yang berniat menguji fisik mereka untuk mencapai puncak tertinggi di Benua Biru itu. Di musim itu, waktu siang lebih panjang daripada malam (terang dimulai pukul 06.00 waktu Rusia, sedangkan gelap pukul 19.30).
Pada waktu itu langit di atas Elbrus selalu berwarna biru dan angin bertiup sepoi-sepoi, iklim ini sangat mempermudah pendakian. Cukup beruntung rasanya saya bisa bergabung dengan tim Wanadri Women Series Expedition (WWSE) untuk mendaki Elbrus akhir September lalu. Walau saya tak berhasil hingga ke puncaknya karena terserang penyakit
ketinggian atau Accute Mountain Sickness (AMS).
Untuk mendaki Elbrus, seluruh anggota tim perlu melakukan aklimatisasi atau adaptasi dengan ketinggian. Hari kedua setelah tiba di Terskol, desa terdekat dengan Gunung Elbrus, kami pun langsung melakukan aklimatisasi menuju puncak Cheget (3.460 mdpl).
Untuk mencapai puncaknya, bisa ditempuh dengan menggunakan bantuan kursi gantung atau chair lift hingga ketinggian 3.000 mdpl. Untuk selanjutnya harus dengan jalan kaki (mendaki). Rasa dingin mulai saya rasakan saat duduk di kursi gantung yang bergerak naik perlahan. Tapi itu terkalahkan oleh pemandangan yang memanjakan mata.
Di samping kanan chair lift, empat gunung berbentuk runcing dan penuh salju hampir di seluruh bagiannya, menggoda saya untuk mengabadikannya dalam foto. Sementara di sisi kiri, bentang Desa Terskol dan aliran sungainya nan jernih pun membuat lidah berdecak kagum.
Proses aklimatisasi hari berikutnya tak kalah mengesankan. Kali ini, bukan bentang alam yang menarik hati, melainkan, beberapa monumen berwarna abu-abu di atas tumpukan bebatuan. Padahal area itu berada di ketinggian 3.500 mdpl. Menakjubkan.
"Itu memorial bagi pahlawan Rusia yang gugur dalam Perang Dunia II," ujar Sergey Furshov, pemandu yang menemani perjalanan kami menjelaskan tentang tujuh monumen itu.
Puncak timur dan barat Gunung Elbrus tersembul di kejauhan, dan menjadi latar belakang bagi monumen bertuliskan nama para pahlawan Rusia tersebut. Tak ayal, area inipun selalu ramai oleh wisatawan yang sekadar hanya ingin berfoto ria.
Wisata ski es
Selain menjadi incaran pendaki dunia, Gunung Elbrus yang terletak di zona peralihan Benua Asia dan Eropa ini banyak yang menginginkannya, termasuk jadi incaran destinasi bagi para pecinta olahraga ski es. Di tempat-tempat yang sudah ditentukan otoritas Rusia para wisatawan bisa bermain ski di padang es Garabashi sambil menikmati panorama pegunungan Caucasus yang putih dilapisi salju.
Di musim panas dan gugur, Gunung Elbrus lebih sering dijadikan tempat wisata akhir pekan oleh orang Rusia, terutama penduduk Kabardino Balkariya. Para wisatawan umumnya menggunakan cable car untuk mencapai Barrel Hut atau Stary Kurguzor.
Melihat potensi wisata yang cukup besar di area ini, pemerintah Rusia pun berusaha memanjakan para wisatawan yang bertandang. Fasilitas kursi gantung, misalnya, yang tak hanya mempermudah para pendaki gunung, 'alat transportasi' ini juga berguna bagi para pemain ski, termasuk penggila olahraga sepeda downhill.
Di tempat tersebut Anda juga dengan mudah bisa menemukan Hut atau losmen sederhana. Bentuknya persegipanjang, seperti bagian belakang truk kontainer dan terbuat dari plat besi.
Turis yang datang ke sini bukan saja dari Eropa dan Asia, dari Amerika pun banyak yang berseliweran. Mereka kebanyakan menghabiskan waktunya bermain ski es dan menikmati pemandangan salju setiap saat yang memang indah.
Swanka menawan
Potensi wisata di sekitar Gunung Elbrus itu terbukti telah membangkitkan gairah perekonomian warga sekitarnya. Pasar-pasar lokal yang menjual hasil bumi atau olahan dari masyarakat setempat menjamur di sini.
Salah satunya, di pasar Cheget yang menawarkan beragam kerajinan olahan dari hasil bumi setempat, yaitu bulu domba. "Itu namanya swanka, harganya 100 rubble (Rp30.000)," terang Sergey mencoba menerjemahkan kata-kata seorang pedagang.
Barang yang ia maksud adalah sebuah topi dari bulu domba. Bagi Anda yang berada di negeri tropis rasanya sayang jika melewatkan untuk memiliki swanka yang indah ini.
Zoya, nama perempuan sang empunya kios mengaku sudah cukup lama berjualan di pasar Cheget. Bahkan, ia menggeleng tak tahu saat ditanya sejak kapan pasar itu ada. "Usia saya sekarang 57 tahun. Dan pasar ini sudah ada jauh sebelum saya lahir. Kios ini peninggalan orang tua saya," tuturnya.
Selain pasar lokal, masyarakat setempat juga membuka beberapa kafe di ketinggian 3.000 mdpl. Biasanya, kafe-kafe tersebut letaknya tak jauh dari stasiun chair lift atau cable way. Dengan segala fasilitas ini, wajar rasanya bila area Elbrus tak akan pernah sepi pengunjung, terutama di akhir pekan.
Pemanasan global
Namun sayang sebuah ancaman nyata sudah dialami Elbrus. Putihnya salju di area gunung ini juga harus menghadapi kondisi iklim masa kini, yaitu pemanasan global.
Lapisan es di Elbrus turut lumer akibat bumi yang memanas. Sebagai pemandu yang sudah akrab dengan gunung ini, Sergey membenarkan hal tersebut. Sejak aktif kembali mendaki Elbrus selama lima tahun terakhir, keadaan Elbrus di 2009 dan 2010 membuatnya sedih.
Ia pun menyebutkan beberapa titik yang dianggap merasakan efek dari pemanasan global. Salah satunya, area Pastukhov's Rock di ketinggian 4.650 mdpl. "Dua tahun terakhir saya merasa es di bagian itu kian tipis. Batu-batu tanpa es di Pastukhov makin banyak dan areanya meluas," urai pria yang mengaku pertama kali mendaki Elbrus saat masih anak-anak itu.(M-1)
Galeri Foto :


Berita Asal Baca di Sumber
Sumber : mediaindonesia.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !